Let Me Love You // Part 2

Posted by Sparyeulhye

let me love you

Mianhae….Typo is My Style ^^

.

.

“Karma itu nyata ya, Hae?” Hyuk-Jae yang biasanya bersikap acuh tersebut menyeletuk pada pria yang duduk didekatnya.

“Mungkin. Entah itu karma atau apapun, aku tidak menyesalinya. Karena sekarang aku justru menyadari apa yang sesungguhnya harus kuperjuangkan.” Dong-Hae berucap yakin.

“Lalu, bagaimana dengan gadis-gadismu diluar sana? Kau akan membuang mereka semua?” Tanya Hyuk-Jae sinis. Ia amat tertarik dengan jawaban yang akan diutarakan sahabatnya tersebut.

Dong-Hae meninju pelan lengan Hyuk-Jae dan berkata dengan diiringi tawanya. “Kau tahu aku tak pernah serius dengan mereka. Sudah jelas bukan apa yang akan kulakukan nantinya. Lagipula, Hyuk-Jae ah, mereka itu hanyalah gadis yang menemaniku diwaktu aku suntuk.”

“Terserah kau sajalah. Aku hanya khawatir apa yang kau inginkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi nantinya.”

Hyuk-Jae hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan sikap sahabatnya itu. Bukankah beberapa minggu yang lalu ia telah menghancurkan hati gadis itu. Lalu, sekarang ia berharap dapat meraih hati gadis yang telah disakitinya kembali. Betapa tipisnya akal seorang Lee Dong-Hae, Hyuk-Jae merutuki sang sahabat dalam hati. Orang bodoh mana yang mau mengais-ngais cinta setelah sebelumnya telah menghancurkannya dengan kejam. Hyuk-Jae tahu jika sahabatnya itu adalah seorang cassanova yang cukup, oke Hyuk-Jae akan menggantinya dengan kata sangat laris. Tapi, hei, ia rasa Jin-Hye bukanlah gadis bodoh yang mau dipermainkan begitu saja. Kecuali ia memang sudah terperangkap pesona seorang Lee Dong-Hae hingga mau menerima pria itu lagi.

Mengabaikan Dong-Hae yang tersenyum-senyum sendiri seraya matanya tertuju pada satu arah, siapa lagi selain gadis yang baru saja mereka bicarakan. Hyuk-Jae menyampirkan tasnya dibahu dan bersiap beranjk dari sana, meninggalkan Dong-hae dan ketidakwarasannya. Seharusnya Hyuk-Jae bersyukur jika temannya itu mau berubah dan mau menetapkan hati pada satu orang.

“Ya! Kau mau kemana, Hyuk-Jae ah?” Dong-Hae bertanya dengan suaranya yang tinggi karena terlalu asik sendiri ia tak menyadari jika Hyuk-Jae mulai berjalan menjauh darinya.

Hyuk-Jae terus berjalan tanpa menengok kebelakang namun ia masih sempat menyahut seraya melambaikan tangannya. “Aku ada kelas sebentar lagi. Tunggu kelasku selesai jika kau merindukanku.” Pria itu menyahut diiringi candaan yang biasa ia berikan pada Dong-Hae.

Dong-Hae melemaskan bahunya bersandar pada kursi kayu yang diduduki sejak tadi. Helaan nafas gusar terdengar dari mulut pria itu menandakan ada perasaan yang mengganjal dalam dirinya. “Kau tidak mengerti, Hyuk-Jae ah.” Dong-Hae meremas rambutnya kasar.

“Aku memang pernah menyakitinya, tapi keinginan untuk terus melihatnya selalu muncul, sulit untuk menepis hal itu.” Sekali lagi ia nampak mengehela nafasnya. Dong-Hae menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa gadis itu bisa membawa dampak buruk padanya. “Dan karma yang kau bilang benar-benar terjadi padaku, Hyuk-Jae ah.”

Dong-Hae tersenyum getir, entah kenapa ia yang biasanya begitu mudah melupakan dan berganti hati, ah tidah sesungguhnya ia tak pernah benar-benar memberikan hatinya pada gadis-gadis yang sering dikencaninya menjadi begitu menyedihkan seperti sekarang. Ditatapnya gadis yang terlihat asik bercanda gurau dengan sahabatnya itu.

Apakah mungkin ia bisa kembali mengambil hati gadis itu?

Beberapa minggu yang lalu ia lah pelaku atas kehancuran hati gadis itu. Ia lah yang dengan bodohnya menghempaskan cinta tulus yang diberikan gadis itu. Jujur saja, selama waktu singkat yang ia habiskan dengan gadis itu, baru saat itu, ia bisa merasakan arti sebuah hubungan sesungguhnya. Sebuah perasaan yang tidak pernah ia dapatkan dari pasangan kencannya yang lain.

.

.

“Kau membeli ponsel baru?” Tanya Ji-Kyung saat matanya menangkap benda yang berkerlap-kerlip diatas meja. “Apa yang terjadi dengan ponsel-mu yang dulu, Hye? Kau tidak membuangnya, kan?” sambung gadis itu.

Jin-Hye memutar bola matanya jengkel. Gadis didepannya ini berlagak bodoh dengan bertanya apa yang terjadi dengan ponsel-nya yang telah menjadi barang rongsokan tersebut. Seingat Jin-Hye, gadisi tu uga ikut andil pada kejadian yang menimpanya kemarin. Dan Ji-Kyung lah yang harus bertanggungjawab. Itu sih pemikirab Jin-Hye, kalu ditanya pada orang yang bersangkutan jangan harap Ji-Kyung bersedia. Karena pada kenyataannya, Jin-hye sendiri lah yang bersikap ceroboh.

“Jatuh di toilet. Apa kau lupa? Kau yang membuatku kaget dengan suara teriakan sialan-mu itu.” Ungkap Jin-Hye kesal.

Ia tidak terima barang miliknya jatuh pada tempat yang tidak elit. Jatuh ditempat sampah bekas pembuangan akhir ratusan mahasiswa dikampusnya. Itu sangat menjijikan. Mengingatnya saja ia sudah merasa mual. Apalagi berniat untuk memungut kembali benda itu. Sebelum tangan Jin-Hye berhasil meraihnya, benda tersebut sudah meluncur dengan bebasnya. Sudah terjatuh, hilang pula. Lagipula, jin-Hye yakin jika benda itu selamat-pun tak akan bisa berfungsi seperti semula.

Gadis didepannya tampak merajuk. “Jangan menatapku seolah aku yang bersalah. Kau sendiri yang ceroboh mengangkat telpon dariku saat ditoilet. Mana ku tahu saat kau ada disana.” Ji-Kyung membela diri.

Jin-Hye mencibir, namun dalam hati turut membenarkan kecerobohannya yang dikatakan Ji-Kyung. Ia memang sedikit bermasalah dengan yang namanya ceroboh. Tak jarang ia mendapat kesulitan karena sikapnya yang satu itu.

“Oh, ya, Ji-Kyung ah, bagaimana rasanya berbicara dengan mulut toilet?” Tanya Jin-Hye iseng, gadis itu terkikik geli melihat wajah kesal yang ditunjukkan Ji-Kyung padanya. “Selamat berkenalan dengan mulut toilet, ya.”

“Bodoh! Sambungannya sudah terputus bersamaan dengan bunyi ponsel-mu jatuh.” Sahut Ji-Kyung.

“Ku pikir kau masih asik berbicara saat itu,” Jin-Hye menambah kalimat godaannya untuk Ji-Kyung.

Ji-Kyung mendesis karena kelakuan sahabatnya itu namun ia tetap tersenyum senang, akhirnya Jin-Hye kembali menjadi gadis yang dulu lagi. Periang dan suka iseng padanya. Sungguh, ia merindukan seorang Park Jin-Hye ang didepannya sekarang. Bukannya Park Jin-Hye versi sadako beberapa minggu yang lalu.

Mata Ji-Kyung membual ketika menemukan sesuatu yang membuatnya menatap Jin-Hye kesal. “Apa-apaan ini? Kau sama sekali tak menyimpan nomor ponselku? Sahabat macam apa kau ini, Jin-Hye-ah!” ucapnya kesal.

Benar saja setelah ia mengecek ponsel sahabatnya itu, ia sama sekali tak menemukan namanya di kontak ponsel Jin-Hye. Wajar saja jika ia meradang merasa Jin-Hye tak menganggap dirinya penting untuk gadis itu.

Lawan bicaranya itu berdecak kesal. “Aku lupa nomor ponselmu, Ji-Kyung-ah. Aku hanya memasukkan nomor eomma dan appa saja. Itu pun karena aku mencatatnya ditempat lain sebelumnya.” Jin-Hye membela diri.

“Dasar keterlaluan! Nomor ponsel sahabatmu sendiri kau tidak ingat. Lalu kenapa kau bisa menyimpan nomor Cho Seosaengnim di ponselmu! Kau bahkan sempat bertukar pesan dengannya.” Ucap Ji-Kyung lagi masih teramat kesal.

Gadis didepannya tersedak minuman yang baru saja diteguk olehnya. Ji-Kyung baru saja mengatakan jika ia menyimpan nomor ponsel Cho Seosaengnim dengan suar keras dikantin kampus yang terbuka. Bagaimana jika mahasiswa lain mendengarnya? Apa yang akan mereka pikirkan tentang dirinya nanti? Pikir Jin-Hye.

“Bisakah kau tidak mempublikasikannya disini, huh! Kau membuatku terdengar seperti seorang mahasiswa yang telah menggoda dosennya dengan bertukar pesan! Sudah kubilang aku lupa nomor ponselmu, Ji-Kyung-ah!” ucapnya dengan nada kesal.

Ji-Kyung melirik tak nyaman pada pengunjung lainnya. Ini salah Jin-Hye sendiri yang keterlaluan tak menyimpan nomor ponselnya. Sudah seharusnya kan ia kesal karena Jin-Hye melupakannya.

“Mianhae…” ia tersenyum lebar kearah Jin-Hye. “Tapi kau kan bisa bertanya padaku!” Ji-Kyung tetap bersikeras.

“Jangan memancingku, Ji-kyung-ah! Tulis nomormu disana dan jangan mempermasalahkannya lagi. Arraseo!” Jin-Hye memberengut kesal.

Ji-Kyung telah membuatnya menjadi pusat perhatian mahasiswa lain yang juga berada disana. Argh, sudah tahu mulut Ji-Kyung itu berbahaya dan mudah meledak kenapa ia lupa menghapus pesan yang ia kirimkan pada Cho Seosaengnim. Jin-Hye merutuki sahabatnya yang justru tersenyum tak berdosa kearahnya.

.

.

“Ck…Ck…Kau terlalu fokus dengan pekerjaanmu, Kyu. Kapan kau bisa menikmati hidupmu dan bersenang-senang seperti yang orang lain lakukan.” Ah-Ra menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat Kyu-Hyun yang sibuk dengan laptopnya. Perlahan Ah-Ra memasuki kamar Kyu-Hyun dan duduk dipinggir kasur menatap pada adiknya tersebut.

Kakak perempuan Kyu-Hyun tersebut tak heran jika sampai saat ini Kyu-Hyun tak memiliki kekasih. Masih muda, muka tampan, pintar, tubuh yang bagus, dan kekayaan diatas rata-rata walaupun milik orangtuanya tapi suatu saat juga akan diwariskan untuknya, apa yang kurang dari seorang Cho Kyu-Hyun? Tapi kenapa pria itu masih betah dengan kesendiriannya? Bukankah Cho Kyu-Hyun merupakan paket lengkap yang biasanya diinginkan setiap wanita.

“Nuna, kapan kau masuk?”

“Baru saja. Kau terlalu sibuk sampai-sampai tak tahu nuna masuk kekamarmu. Kenapa belum tidur?” Ah-Ra mengambil bantal Kyu-Hyun dan memeluknya didadanya.

Kyu-Hyun membenarkan letak kacamatanya. “Aku sedang menyiapkan bahan ujian untuk semester genap, dua bulan lagi ujian akhir dilaksanakan. Nuna sendiri kenapa belum tidur?” Kyu-Hyun bertanya balik.

“Belum ngantuk. Ah, akhir-akhir ini nuna sering insomnia. Oh, ya, apakah kau sudah memberi jawaban pada Appa?” Tanya Ah-Ra ingin tahu.

Dua minggu yang lalu Appa-nya kembali dari Jepang dan meminta Kyu-Hyun untuk menggantikannya memimpin perusahaan yang dirintisnya sejak lama. Harapannya anak lelakinya itu dapat menggantikannya sementara dirinya dapat menikmati masa tuanya dengan bersantai dirumah.

Kyu-Hyun mengerti jika appa-nya sudah lelah memimpin perusahaan, belum lagi harus bepergian kesana kemari sementara umurnya sudah tak lagi muda. Namun apa yang appa-nya inginkan itu bertentangan dengan keinginan Kyu-Hyun sendiri. Bukannya ingin menjadi anak durhaka namun Kyu-Hyun hanya ingin meniti karirnya sendiri.

“Kau sudah memutuskannya, Kyu-Hyun-ah?” Ah-Ra kembali bertanya karena kediaman Kyu-Hyun beberapa saat.

Kyu-Hyun terkesiap lalu menatap pada nuna-nya sebentar sebelum kembali pada layar laptopnya. Terlihat jelas kebimbangan diwajahnya.

“Entahlah. Aku masih memikirkannya dulu, Nuna. Lagipula Appa tidak meminta dalam waktu dekat ini jadi aku masih bisa berkompromi dengan pihak rektorat dan memikirkan kedepannya matang-matang.”

“Sampai kapan kau akan memikirkannya, Kyu-Hyun-ah? Suatu saat appa pasti akan meminta jawaban pasti darimu juga kan.”

Diamnya Kyu-Hyun membuat Ah-Ra mengerti jika adiknya itu sedang mengalami pertentangan dalam dirinya. Setiap orang juga akan merasakan hal yang sama jika berada diposisi Kyu-Hyun. Ketika harus memilih antara keinginan yang telah terpatut dalam dirinya atau kebahagian untuk appa-nya.

Memimpin perusahaan besar tidaklah semudah mengajar murid-muridnya di universitas, Kyu-Hyun amat sadar hal itu. Walaupun appanya selama ini mengijinkan Kyu-Hyun melakukan yag diinginkannya tapi pada akhirnya Kyu-Hyun harus tetap menerima kenyataan jika ia lah pewaris perusahaan Cho Corp tersebut. Dan ditangannya lah kelak perusahaan itu berlanjut ketika appanya memutuskan mundur dari kursi kekuasaannya.

“Kau masih belum yakin ya, Kyu-Hyun-ah? Atau ada sesuatu yang membuatmu enggan keluar dari Universitasmu? Seseorang mungkin?” ada senyum kecil terpatri diwajah Ah-Ra ketika ia memberikan pertanyaan terakhirnya pada adiknya itu.

“Apa yang kau bicarakan, Nuna? Aku mempertimbangkannya karena menjadi seorang pengajar adalah keinginanku sejak kecil. Dan bukan karena seseorang yang ada dikepalamu itu.” Kyu-Hyun menyahut dengan ekspresi wajah yang biasa.

Mendengar jawaban Kyu-Hyun membuat Ah-Ra ingin tertawa namun ia beruasaha menahan tawanya tak meledak dihadapan Kyu-Hyun. Siapa sangka Kyu-Hyun mengerti maksud dari pertanyaannya. Padahal Ah-Ra hanya bermaksud untuk menggoda adiknya itu. Ah-Ra sendiri tahu jika tak ada seorangpun gadis yang dekat dengan Kyu-Hyun kecuali seorang gadis yang beberapa hari terakhir acap kali datang kekediaman mereka. Dan lagi Ahra tak mengatakan seseorang itu siapa dalam pertanyaanya namun Kyu-Hyun sepertinya dapat memahami kemana muara dari pertanyaan kakaknya tersebut.

“Jadi kau tahu ya seseorang yang nuna maksud, Kyu-Hyun-ah?” goda Ah-Ra.

“Nuna…” Kyu-Hyun berusaha menekan suaranya agar tak terdengar kesal pada nunanya itu. Walaupun sebenarnya Kyu-Hyun merasa tak nyaman dengan candaan yang nuna-nya lakukan.

Ah-Ra mengibas-ngibaskan tangannya seraya menaruh kembali bantal yang sejak tadi dipelukannya kembali ketempatnya semula. Terkikik geli menyadari Kyu-Hyun yang tak ingin membahas gadis itu didepannya. Bukankah itu semacam pertanda untuk Ah-Ra?

Sepertinya Ah-Ra harus lebih sering memancing Kyu-Hyun agar lebih menunjukkan bagaimana perasaannya. Rasanya menyenangkan mengetahui jika Kyu-Hyun menaruh perhatian pada gadis tersebut. Walaupun Kyu-Hyun berusaha menyangkalnya didepan kakaknya. Namun hal itu tidak bisa menyembunyikan fakta yang terlanjur Ah-Ra ketahui.

Kyu-Hyun bukanlah orang yang kelewat peduli pada mahasiswanya. Yang Ah-Ra tahu, jika mahasiswa Kyu-Hyun berbuat ulah atau apapun yang mengharuskan mereka mendapat hukuman, Kyu-Hyun hanya memberikan setumpuk tugas dan tak pernah ada bimbingan khusus layaknya yang dilakukan Kyu-Hyun pada seorang gadis yang diketahui Ah-Ra bernama Park Jin-Hye.

Bukankah itu berarti ada yang istimewa dari gadis itu?

.

.

Berungkali Ji-Kyung meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukannya benar. Ini demi sahabat baiknya. Pada awalnya ia memang ragu untuk melakukannya namun setelah ia pikirkan lagi tak ada salahnya menemui pria itu dan berbicara padanya.

Ketika sampai disana Ji-Kyung tak menjumpai orang yang dicarinya, yang ia temui justru seorang pria yang ia tahu acap kali bersama Lee Dong-Hae, sang target. Pria itu masih sibuk dengan ponselnya dan telinga yang disumpal headphone ketika Ji-Kyung mendekat. Sama sekali tak menyadari kehadiran gadis itu didekatnya.

Dan sekarang Ji-Kyung dipusingkan bagaimana caranya ia memulai berbicara padanya. Ji-Kyung sama sekali tak pernah berbicara dengan orang tersebut. Bahkan namanya saja Ji-Kyung tak tahu. Dan lagi pria itu tengah mendengarkan musik, apa yang harus ia lakukan sekarang?

Yang dilakukannya kini justru sibuk memandangi pria itu seraya menggigiti bibirnya. Ayolah, kenapa Ji-Kyung menjadi kaku seperti sekarang? Hanya bicara padanya dan semuanya selelsai. Ok, itulah yang diinginkan Ji-Kyung, namun nyatanya tak sesuai dengan yang ia harapkan.

“Ehmm…” ia berdehem.

Pria itu masih sibuk dengan ponselnya. Mengabaikan Ji-Kyung yang berdiri didekatnya. Ayolah…Ji-Kyung. Kau tak lihat kepala pria itu yang bergoyang-goyang, pertanda ia sangat menikmati music yang ia dengar. Ji-Kyung berdehem sampai suaranya hilangpun jangan harap ia akan tahu keberadaanmu.

Dengan sedikit keberanian yang ia punya, ditariknya headphone milik pria itu hingga terlepas. Pria itu mengerjapkan matanya dan gerakan kepalanya berhenti seketika. Siapa yang telah berani mengganggu hari indahnya?

Kepalanya mendongak dengan tampang sangar menatap orang yang telah berani bertindak tak sopan padanya. Keningnya mengkerut menjumpai seorang gadis yang berdiri tegak didepannya.

Oh, jadi gadis ini yang dengan tak sopan mengganggunya?

Pria itu nampak meneliti wajah gadis itu sepintas, seperti tak asing dimatanya. Oh, bukankah ia yang biasanya bersama gadis yang disukai sahabatnya? Ada perlu apa gadis itu dengannya?

“Kembalikan milikku!” pria itu berkata tanpa nada marah seperti yang dibayangkan Ji-Kyung sebelumnya.

“Tidak sebelum kau mendengarkanku!” Ji-Kyung berkata dengan nada angkuh yang dibuat-buat untuk menutupi kegugupannya.

“Kau berbicara padaku?” Hyuk-Jae menunjuk dirinya sendiri.

“Tentu saja. Memangnya makhluk apa lagi yang ada ditempat ini selain dirimu.” Sahut Ji-Kyung ketus seraya memutar bola matanya jengah.

Kening Hyuk-Jae mengkerut. Apa ada yang salah dengannya? Atau memang gadis didepannya ini yang memang tak waras, pikirnya.

“Kenapa bicaramu ketus sekali, Nona. Kalau kau ada perlu dengan seseorang kau harus bicara baik-baik padanya.” Sahut pria itu tenang berbeda dengan Ji-Kyung yang sejak pertama telah menunjukkan sikap tak bersahabat.

Ji-Kyung berdehem sebentar, tiba-tiba kerongkongannya terasa kering mendengar yang diucapkan pria itu. Ah, ada benarnya juga. Kenapa ia jadi ketus pada pria itu? Eh, tapi kan dia temannya Lee Dong-Hae yang telah mempermainkan hati sahabatnya. Karena ia temannya maka Ji-Kyung juga harus bersikap ketus padanya.

Mengabaikan ucapan pria itu, Ji-Kyung dengan cepat mengatakan maksdu kedatangannya. Ia tak ingin berlama-lama berada ditempat itu.

“Katakan pada temanmu itu. Jangan pernah menemui Jin-Hye lagi. Jangan pernah memperhatikannya secara diam-diam lagi. Jangan berpikir aku tidak mengetahui apa yang dilakukannya selama ini. Menjauh dari sahabatku!!” ucapnya memperingati.

Setelah puas berbicara, Ji-Kyung bergegas pergi dengan langkah yang cepat. Nafasnya nampak tersengal-sengal akibat emosi yang meluap dalam dirinya. Merutuki dirinya yang kehilangan kata-kata makian yang telah ia persiapkan sebelumnya.

Hanya itu? Gadis itu kemari hanya untuk mengucapkan kalimat yang terdengar menggelikan ditelinga pria itu. Bukannya ia tak menyadari kehadiran gadis itu. Hanya saja ia penasaran apa yang diinginkan gadis itu yang berdiam diri cukup lama didepan tempatnya duduk.

Pria itu tersenyum miring ketika Ji-Kyung telah pergi. Perasaannya saja atau memang kenyataannya gadis itu terlihat gugup saat berbicara dengannya. Rasanya aneh, gadis itu meluapkan kekesalannya pada pria itu. Bukankah yang bersalah adalah Lee Dong-Hae, teman pria itu? Hanya karena Ji-Kyung tak menjumpai targetnya maka ia pun melampiaskannya pada orang yang salah.

“Nona, harusnya kau berpikir dulu sebelum mengganggu hari indahku.” Pria itu tersenyum menyeringai lalu kembali mendengarkan musiknya yang sempat terhenti.

=TBC=

Anggap aja Kyu-Hyun itu kelewat pintar sampai lulusnya cepat dari yang lain, dan Dong-Hae sama Hyuk-Jae itu mahasiswa abadi wkwkwk #dicipok EunHae#

Donghae galau

Ini Dong-Hae lagi galau….Galau aja tetep ganteng ya kkkkk…

dosen cho

Ini juga manusia ganteng banget…#nikahin gue banggg!!(fangirl modeon :D)#

See U Neks Taem…PaiPai… 😀 😀

6 thoughts on “Let Me Love You // Part 2

  1. Sukaaa meski konfliknya belum terasa,masih belum jelas masalah antara Donghae sama Jin Hye juga perasaan mistery nya kyuhyun. Klo gk salah part awal endingnya yg kyuhyun ada masalah dan sikapnya berubah dingin ke jin hye kan? di sini gk ada lanjutannya…

  2. sempet lupa sama ceritannya jadi haris baca dari awal lagi deh -_-
    feelnya kurang dapet, coba aku tebak ceritannya pasti nanti jadi cinta segitiga antara donghae-kyuhyun-jin hye #plaksotau

Leave a reply to sparyeulhye Cancel reply